Selasa, 14 April 2015

Bimbingen PJJ Tgl. 12 - 18 April 2015

BIMBINGAN PJJ TGL. 12 - 18 APRIL 2015
(Naras Pdt., Bp. Rey Tarigan)

Ogen :
1 Samuel 2:22-26
Tema :
ULA JADI CAKAP
Tujun :
Gelah ngawan ni perpulungen:
1. Meteh kinigutulen anak-anak Imam Eli
2. Pentingna pendidiken “Moralitas” ras “Spiritualitas” man anak

Penjelasan Bahan Alkitab

1 Samuel 1:22-26 menceritakan tentang perilaku anak-anak Imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Hofni, anak pertama, artinya “kuat”. Pinehas anak kedua, artinya “orang bijaksana”. Namun amat disayangkan, perilaku anak-anak Imam Eli tidak sebaik arti nama-namanya. Mereka terkenal sebagai orang-orang yang rakus dan jahat (ay. 12-16), memandang rendah korban untuk Tuhan (ay. 17), dan hidup secara amoral (ay. 22). “Terkenal” artinya, mereka tidak segan-segan melakukan kejahatan di hadapan banyak orang. Berbanding terbalik dengan Samuel, “ia semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia” (ay. 26). Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana cara Imam Eli mendidikan anak-anaknya? Bagaimana mungkin Imam Eli bisa mendidik Samuel dengan baik sementara itu ia gagal mendidik anak-anaknya sendiri? Tidak diceritakan bagaimana Imam Eli mendidik anak-anaknya, hanya terdapat keterangan bagaimana Imam Eli menegur anak-anaknya (ay. 22-25). Dari cara menegur Imam Eli kepada anak-anaknya, kita dapat memperkirakan bagaimana ia mendidik anak-anaknya. Mungkin ada yang mengatakan Imam Eli tidak tegas, terlalu memanjakan anak-anak, dsb. Tetapi yang pasti adalah, Imam Eli dan anak-anaknya menerima ganjaran dari apa yang telah diperbuatnya (1 Sam. 14:17,18).

Perenungan

Tema: ULA JADI CAKAP. Mungkin maksudnya jangan menjadi contoh buruk untuk orang lain, khususnya dalam hal mendidikan anak-anak kita. Tujuan: 1) supaya jemaat mengetahui kejahatan anak-anak Imam Eli, sudah jelas; 2) supaya jemaat mengetahui pentingnya pendidikan anak, khususnya pendidikan moral dan spiritual.
Moral berasal dari kata Latin “mores” terjemahan dari kata Yunani “ethos” atau etika dalam bahasa Indonesia, artinya: kebiasaan, kesusilaan, adat istiadat, cara seseorang mengungkapkan diri lewat sikap dan perilakunya. Pendidikan moral yang dimaksudkan di sini terutama adalah pendidikan moral Kristiani, yaitu nilai-nilai hidup Kristen yang menjadi acuan dasar sikap dan perilaku (misalnya: Kel. 20:1-17; Mat. 7:12, 22:37-39; Gal. 5:22-23; dsb.). Spiritualitas berasal dari kata Latin “spiritus” terjemahan dari kata Yunani “pneuma” atau Roh dalam bahasa Indonesia. Pendidikan spiritual yang dimaksudkan terutama adalah pendidikan rohani, pendidikan iman Kristiani. Pendidikan iman Kristen yang dimaksudkan adalah pendidikan iman Kristen yang integral (utuh) mencakup kognitif, afektif dan psikomotoris.
Dunia Pendidikan saat ini mengacu pada 3 segi kecerdasan: intelektual, emosional, dan spiritual. 3 segi kecerdasan tersebut tidak mungkin dicapai hanya oleh lembaga pendidikan formal saja (TK s/d. Pendidikan di Perguruan Tinggi). Oleh karena itu kita tidak bisa membebankan pendidikan moral dan spiritual anak-anak kita hanya kepada sekolah atau gereja saja, melainkan harus melalui kerjasama dengan pendidikan di rumah. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan di rumah lebih menentukan masa depan seorang anak dibandingkan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau gereja.
Kisah Imam Eli dan anak-anaknya merupakan pembelajaran yang baik bagi kita, kira-kira hasil seperti apakah yang akan kita peroleh di masa depan dengan pendidikan yang kita lakukan selama ini kepada anak-anak kita di rumah? Tentu saja tidak ada di antara kita yang mau bernasib sama seperti Imam Eli dan anak-anaknya. Marilah kita evaluasi kembali pendidikan untuk anak-anak kita di rumah. Jadikanlah rumah sebagai tempat anak-anak kita belajar semua hal yang baik dan benar dari kita orang tuanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar