PEACE (PERDAMAIAN)
Pdt.
Larena br. Sinuhadji
"Some people in the
world have never seen peace, only violence, which means they have been blind
most of their lives. Let's enable them to see – 'Peace'." (Mathew Dimarco).
Putri juga
mempunyai seorang ayah yang sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang
ayah membacakan sebuah buku cerita untuknya. Suatu hari, seusai membacakan cerita,
sang ayah bertanya kepada Putri, “Putri, apakah kamu sayang ayah?” “Pasti. Ayah
tahu betapa aku menyayangi ayah.” “Kalau kau memang mencintai ayah, berikanlah
kalung mutiaramu pada ayah”. “Ya, ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil
mainanku yang lain. Tapi, jangan ayah ambil kalungku.” “Ya, anakku, tidak
apa-apa. Tidurlah.” Ayah Putri lalu mencium keningnya dan pergi, sambil
berkata, “Selamat malam anakku. Semoga mimpi indah”. Seminggu kemudian, setelah
membacakan cerita, ayahnya bertanya lagi, “Putri, apakah kamu sayang ayah?”
“Pasti. Ayah kan
tahu aku sangat mencintaimu.” “Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu?” “Ya,
jangan kalungku. Ayah boleh ambil kuda-kudaanku, mainan yang paling aku
senangi.” “Sudahlah nak, lupakanlah,” kata sang ayah. Beberapa hari setelah
itu, Putri terus berpikir, mengapa ayahnya selalu meminta kalungnya, dan
mengapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak. Beberapa
hari kemudian, ketika ayah membacakan cerita, Putri duduk dengan resah. Ketika
ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan
tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata, “Ayah terimalah ini.” Ia
lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya, dan ia melihat dengan penuh
kesedihan, kalung tersebut berpindah ke tangan sang ayah. Dengan satu tangan
menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan lainnya mengambil
sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru
itu terletak seuntai kalung mutiara sejati, sangat indah dan sangat mahal. Ia
telah menyimpannya begitu lama untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan
menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara palsunya, sehingga ia dapat
memberikan kepadanya kalung mutiara yang sejati. (I. Suharyo, 2003).
Marilah kita
merenungkan sejenak kisah ini. Kisah ini bercerita tentang pewarisan nilai
melalui pembicaraan damai. Sangat berbeda kontras dengan realita kekerasan di
sekitar kita. Suatu kenyataan yang tidak bisa kita tolak bahwa kekerasan
terjadi di mana-mana, di jalan-jalan, di tempat bekerja, di rumah-rumah, bahkan
di sekolah-sekolah (tidak terkecuali sekolah-sekolah Kristen) yang sejatinya
adalah tempat mewariskan nilai-nilai perdamaian. Rumah dan sekolah menjadi
tempat kompetisi yang penuh dengan kekerasan, secara terang-terangan maupun
terselubung, secara fisik maupun psikis. Perdamaian hanya sekedar kata-kata
yang sering kita ucapkan tanpa makna. Mungkin apa yang dikatakan Mathew Dimarco
di atas benar adanya, bahwa sebagian dari kita sudah buta terhadap perdamaian,
karena sehari-hari hanya kekerasan yang kita lihat dan terima. Mungkin selama
ini tanpa kita sadari, kita adalah pewaris kekerasan yang mewariskan kekerasan
melalui pikiran, ucapan, dan tingkah laku kita.
Bersyukur kepada
Tuhan, karena hari ini pelantikan Presiden Indonesia ke-7 dapat berjalan dengan
lancar. Bahkan semua pihak yang selama ini “berbeda kepentingan” ikut hadir
dalam acara pelantikan tersebut. Suatu hal yang langka terjadi di negara kita. Semoga
ini adalah pertanda baik bahwa perdamaian tulus di negara kita tercinta ini
akan segera terwujud. Semoga ini adalah langkah awal pewarisan nilai-nilai luhur
berbangsa dan bernegara melalui pembicaraan damai. Mother Teresa pernah berkata
demikian: “Peace is not something you wish for, peace is something you make,
something you do, something you are, something you give away.” Perdamaian
bukanlah sesuatu yang hanya kita harapkan, perdamaian harus kita ciptakan,
perdamaian harus kita lakukan, perdamaian adalah kita, dan berikanlah
perdamaian itu. Perdamaian adalah kita, Indonesia adalah kita!
Beberapa waktu
sebelum Tuhan Yesus meninggalkan murid-muridNya, Ia berkata: “Damai sejahtera
Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang
Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah
dan gentar hatimu” (Yoh. 14:27). Tuhan Yesus mengerti bahwa damai sejahtera
dari Allah sangat sulit diwujudkan di tengah dunia yang penuh dengan kekerasan
karena lebih mudah melawan kekerasan dengan kekerasan, oleh karena itu Ia
mengatakan “Jangan gelisah dan gentar hatimu,” maksudnya adalah Tuhan telah
mengaruniakan damai sejahtera dalam diri kita melalui Roh Kudus, marilah kita
mewariskan perdamaian apapun resikonya, agar dunia ini dimampukan untuk melihat
dan merasakan damai sejahtera Kristus. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar